15.51 -
Refleksi
No comments
Belajar Kesetiaan dari Sayyidah Rahmah, Istri Nabi Ayub
Nabi Ayyub adalah seorang yang cerdas dan bijaksana. Di dalam
tubuhnya mengalir dua tedak kenabian, yakni dari Nabi Ishaq dan Nabi
Luth. Sejak ayahnya wafat, Nabi Ayyub menjadi seorang yang sangat kaya
raya. Ia mewarisi sejumlah besar hewan ternak yaitu unta, lembu, domba,
kuda, keledai, dan himar sehingga tidak ada yang menandingi kekayaannya
di negeri Syam.
Nabi Ayyub menikah dengan tiga orang perempuan, salah satunya bernama
Sayyidah Rahmah, yang silsilahnya masih bersambung kepada Nabi Yusuf.
Dari Sayyidah Rahmah lah Nabi Ayyub memiliki keturunan 24 orang anak,
dengan 12 kali mengandung. Dalam kehidupannya, Nabi Yusuf sangat
disayang oleh kaumnya. Itu karena beliau sangat dermawan, beliau selalu
menyantuni fakir miskin, yatim piatu, dan para janda.
Keshalehan Nabi Ayyub menyebabkan perasaan iri bagi para makhluk
sebangsa jin dan iblis. Mereka berkata, “Ayyub benar-benar sukses
usahanya, baik dunia maupun akhiratnya. Untuk itu ia harus dirusak salah
satu dari keduanya.” Iblis pun menghadap kepada Allah dan berkata,
“Ya Allah, Ayyub sangat rajin beribadah kepada-Mu lantaran ia Engkau lapangkan rizki dan kehidupannya.”
Allah menjawab, “Tidak. Dia orang shaleh. Sekalipun Aku tidak
melapangkan rizki dan hidupnya, dia akan tetap beribadah kepada-Ku.”
“Ya Allah, aku ingin menggodanya. Sejauh mana dia tidak lupa
beribadah kepada Engkau. Untuk itu beri aku kemampuan untuk
menguasainya.” Allah pun memenuhi tuntutan iblis terkutuk itu. Melalui
godaan iblis itu Allah menguji iman dan taqwa Nabi Ayyub. Kekayaan Nabi
Ayyub yang melimpah seketika di hancurkan oleh mereka. Putra-putri
beliau pun mereka racuni sehingga semuanya wafat. Tetapi sayang, para
iblis gagal. Nabi Ayyub tetap ikhlas dan tetap istiqamah beribadah
kepada Allah. Musibah-musibah besar yang menimpanya sama sekali tidak
menggeser dan menggoyahkan keimanannya kepada Allah.
Suatu ketika, iblis datang kembali menggoda Nabi Ayyub yang sedang
melaksanakan solat. Ketika tengah bersujud, iblis meniup hidung dan
mulut Nabi Ayyub sehingga tubuhnya menggembung dan berpeluh. Kemudian
Nabi Ayyub diserang penyakit cacar. Dari seluruh tubuhnya mengeluarkan
bau busuk akibat darah dan nanah yang mengalir di permukaan kulitnya dan
ulat-ulat pun berjatuhan. Keadaan tersebut membuat sanak familinya
jijik kepada Nabi Ayyub sehingga mereka meninggalkannya. Termasuk dua
istrinya yang lain, mereka meminta cerai dari Nabi Ayyub.
Semakin lama penyakit di tubuh Nabi Ayyub bertambah parah. Masyarakat
setempat yang semula setia menjadi kaum Nabi Ayyub kini berubah menjadi
musuhnya. Mereka mengusir Nabi Ayyub agar meninggalkan kampungnya
supaya penyakitnya tidak menular. Bersama Sayyidah Rahmah Nabi Ayyub
pergi meninggalkan kampung itu untuk hidup terasing agar masyarakat
tidak merasa jijik kepadanya. Akhirnya Nabi Ayyub dan Sayyidah Rahmah
tinggal di sebuah gubuk tua yang jauh dari pemukiman warga. Nabi Ayyub
melihat Sayyidah Rahmah sangat setia kepadanya. Ia begitu rela menemani
Nabi Ayyub saat yang lain meninggalkannya, bahkan dalam kondisi terburuk
sekalipun.
Suatu ketika Nabi Ayyub berkata pada Sayyidah Rahmah, “Hai Rahmah, pulanglah. Aku rela jika kau menjauh dariku.”
Sayyidah Rahmah menjawab, “Tidak, suamiku. Kau jangan khawatir. Aku
tidak akan meninggalkanmu seorang diri. Aku akan berada di sisimu selama
hayat dikandung badan.”
Dan untuk menghidupi Nabi Ayyub, Sayyidah Rahmah bekerja di sebuah
perusahaan roti. Namun lama kelamaan, masyarakat di daerah itu
mengetahui bahwa Sayyidah Rahmah adalah istri Nabi Ayyub. Pemilik
perusahaan roti itupun memberhentikan Sayyidah Rahmah dari pekerjaannya,
ia berkata,
“Menjuhlah dari kami, sebab kini aku merasa jijik padamu.”
Sayyidah Rahmah menangis, mengadu pada Allah, “Ya Allah, Engkau
melihat keadaanku kini. Seolah-olah dunia berubah menjadi sempit bagiku
kini. Mereka selalu menghinaku, namun jangan Kau hina aku di akhirat
nanti. Mereka selalu mengusirku namun jangan Kau usir aku di akhirat
nanti.”
Sayyidah Rahmah akhirnya memutuskan untuk menjual gelungan rambutnya
yang berjumlah 12 buah, sangat dan indah dan banyak orang yang
menyukainya. Ia pun menjualnya kepada si pemilik perusahaan roti untuk
ditukar dengan roti demi agar Nabi Ayyub tidak kelaparan. Melihat roti
segar itu, Nabi Ayyub menyangka Sayyidah Rahmah telah menjual diri.
Tetapi Sayyidah Rahmah menampik, dan berkata bahwa rambutnya akan tumbuh
kembali bahkan dengan yang lebih indah.
Setiap ada ulat yang jatuh dari tubuhnya, Nabi Ayyub memungutnya
kembali dan mletakkannya kembali ke luka-luka di tubuhnya dan berkata,
“Hai Ulat-ulat… Makanlah apa-apa yang Allah rizkikan kepadamu.” Penyakit
itu semakin parah. Seluruh dagingnya dimakan habis oleh ulat-ulat yang
bersarang di butuh Nabi Ayyub sehingga hanya bersisa tulang, urat, dan
sarafnya. Menurut suatu riwayat, penyakit ini diderita Nabi Ayyub selama
18 tahun.
Pada Suatu hari Sayyidah Rahmah berkata kepada Nabi Ayyub, “Suamiku,
engkau kan seorang Nabi di sisi Tuhanmu. Kalau saja kau mau berdoa untuk
kesembuhan tubuhmu, pasti…”
Nabi Ayyub langsung menjawab, “Sudah berapa tahun masa senang kita?”
Sayyidah Rahmah menjawab, “80 tahun…”
“Sungguh malu rasanya jika aku berdoa kepada Allah meminta
penderitaan ini segera berkhir, mengingat masa ditimpa musibah belum
seberapa dibandingkan dengan masa kita bersenang-senang.” Kata Nabi
Ayyub. Penyakit itu semakin bertambah parah saja sampai-sampai ketika
mentari terbit menyinari tembuslah sinarnya dari depan sampai
punggungnya. Yang tersisa hanyalah hati dan lisannya, sebab hatinya
selalu beriman kepada Allah dan lisannya selalu berdzikir kepada Allah.
Dan ketika tiada lagi daging pada tubuhnya yang layak untuk disantap,
maka ulat-ulatpun saling menyantap sesamanya hingga tersisa dua ekor
ulat saja. Yang satu menyantap lisan Nabi Ayyub dan yang lain hendak
menyantap hati nabi Ayyub. Saat itulah Nabi Ayyub berdoa kepada Allah,
“Sesungguhnya aku telah ditimpa kemelaratan, sedangkan Engkau lebih pengasih dari segala pengasih…” (QS. Al-Anbiya’: 83)
Kemudian wahyu Allah turun kepadanya, “Hai Ayyub, hati dan ulat
adalah milikKsssu, sedangkan derita dan sakitmu adalah dariKu, kenapa
harus bersedih?”
Allah pun memberi Nabi Ayyub obat yang dikirim melalui Malaikat
Jibril berupa air yang lalu disiramkannya ke tubuh Nabi Ayyub. Allah
berfirman,
“Lalu Kami perkenankan doanya, dan Kami lenyapkan penyakit
berbahaya pada dirinya, dan Kami datangkan kepadanya seluruh keluarganya
semisal mereka, sebagai rahmat dari sisi Kami dan sebagai peringatan
bagi orang-orang yang beribadah.” (QS. Al-Anbiya’: 84)
Segera setelah itu penyakit Nabi Ayyub sembuh dan tubunya kembali
bersih seolah tidak pernah terkena penyakit. Selesailah ujian dari Allah
bagi Nabi Ayyub. Setelah itu, Allah semakin mendekatkan Nabi Ayyub di
sisi-Nya, menjadi hamba Allah yang senantiasa dicintai Allah.
***
Sahabatku yang beriman… Dari Kisah Nabi Ayyub banyak hikmah yang
dapat kita petik bersama. Salah satunya agar kita tetap bersabar dan
beriman kepada Allah dalam keadaan senang maupun keadaan susah. Dalam
keadaan sehat atau keadaan sakit. Sebab kesenangan adalah juga bentuk
ujian dari Allah, sejauh mana kita mampu bersyukur sebagaimana
kesusahan, sejauh mana kita mampu bersabar atasnya.
Selain itu, kita juga belajar tentang kesetiaan Sayyidah Rahmah
kepada kondisi terburuk Nabi Ayyub dalam kehidupan rumah tangga kita.
Seberapapun buruknya kesehatan suami atau istri, kita harus tetap setia
bersamanya. Mendampinginya dengan tulus, untuk tetap bersama-sama
beribadah di hadapn-Nya.
Semoga bermanfaat.
*tulisan ini pernah dimuat dalam situs cyberdakwah.com pada tanggal 19 November 2013