Sabtu, 14 Maret 2015

Pembiasaan

Untuk tenang dalam satu situasi, hal pertama yang paling dibutuhkan adalah sikap pembiasaan. Satu hal yang terus diulang dengan interval pendek dan pengulangan yang tetap di satu situasi, akan menimbulkan represi terus menerus terhadap gejolak dalam diri. Namun pembiasaan akan satu hal lain akan membuat gejolak tersebut melemah dan kebiasaan baru yang dikehendaki akan lebih mudah dilakukan.

Contohnya saja, seseorang yang nyaris setiap hari meninggalkan solat Subuh lantaran begadang sepanjang malam dan menyebabkannya terlambat bangun pagi. Ia perlu pembiasaan ekstra dan kemauan kuat untuk mengkompromikan dirinya dengan konsekuensinya sebagai hamba Tuhan, yakni melaksanakan kewajiban Solat. Ia juga harus memejamkan mata dengan rapat dan erat, membunuh dengan tega kehendak diri yang bergejolak melawan pembiasaan yang tengah dilakukan. Di pagi-pagi selanjutnya, secara perlahan, ia harus berupaya untuk memulai kebiasaan barunya dengan 'perlakuan' yang santai namun terus menerus, sehingga gejolak yang semula sangat kuat melawan, pada akhirnya akan lemah. Dan ia pun akan terbiasa bangun pagi dengan melaksanakan kewajiban solat Subuh.

Contoh lagi, seseorang yang tidak terbiasa dengan aktifitas mencuci pakaiannya sendiri dan membebani sepenuhnya kepada pembantu, ia akan stres dengan cucian kotor yang menumpuk saat pembantu pulang kampung atau sedang sakit. Ini tidak akan terjadi jika ia mencuci semampunya dan sebagian lain dibantu oleh si pembantu.

Contoh lain, banyak ibu-ibu yang bingung dan kewalahan dengan anak-anaknya yang tidak suka mengkonsumsi sayur dan hobi makan makanan instant atau snack. Ada kegalauan tersendiri bagi ibu-ibu ini, mengingat kebiasaan buruk menghindari konsumsi sayur dan menyukai makanan instant dibayangi dengan seabrek penyakit mematikan yang telah menunggu di usia sekian kelak. Kalau sang ibu membiasakan anak sejak bayi memakan masakan alami yang ibu olah, tanpa vetsin, tanpa bumbu instant, dan membiasakan anak untuk tidak ngemil jajanan snack berpengawet, maka hal mengkhawatirkan di atas tidak akan terjadi. Sebab logikanya, lidah anak sejak bayi akan menyukai apa saja yang ibunya berikan. Dan setelah itu kita tahu apa konsekuensinya, kebiasaan akan terjadi dan untuk melakukan pembiasaan lain akan sulit dilakukan.

Anak muda yang terbiasa dengan kehidupan mewah, konsumtif, foya-foya, bersenang-senang, dan bermanja-manja, yang lupa bahwa masa tua akan segera tiba dengan setumpuk kewajiban yang harus dipenuhi, mereka akan kaget begitu masa tua datang dengan beragam situasi yang sulit dikendalikan. Saat krisis finansial, misalnya, mereka akan sulit mengendalikan diri dan menumpahkan kegalauannya dengan mengutuk takdir. Mereka lupa bahwa masa muda yang mereka lalui adalah masa kesenangan yang berlebihan.

Banyak hal yang harus kita ubah. Untuk mengubahnya, bukan serta merta 'menghancurkan' bangunan yang sudah ada dengan alat berat. Melainkan menambalnya dengan bahan-bahan konstruksi yang baru sedikit demi sedikit sampai bangunan yang semula tidak kokoh dan buruk rupa penuh lumut, akan kokoh dan indah.

Banyak hal yang harus kita ubah. Mengubahnya dengan interval pendek dan dalam jangka waktu yang tak boleh berakhir. Mengubah keadaan dan membunuh dengan tega perasaan gentar yang penuh gejolak. Anggap saja ikan di atas adalah kebiasaan buruk kita. Ya, demi memakan makanan yang alami dan bergizi, kita memang harus tega membunuh ikan lucu itu dengan sayatan yang tak kecil! Daripada memakan makanan simsalabim tapi penyakitnya simsalabim juga?

Bismillaah... Bi Idznillaah... Namsyi 'ala Barakatillaah... :)

Kamis, 12 Maret 2015

Negeri Asing

Raja Ampat,Google
Bosan. Aku tak dapat mendefinisikan suasana yang telah lama berlangsung di negeri ini selain dengan kata "Bosan". Hanya itu!

Negeri ini terlahir dari rahim Waktu sejak 21 tahun yang lalu dan terasing karena ia termasuk dalam salah satu gugusan pulau terpencil di bumi. Di sepanjang usianya yang kini telah renta aku hanya dapat menyaksikan manusia hilir mudik melintas di atas lintasan air bernama lautan dari pinggir pantai nan berpasir pasi ini.
Sebenarnya aku juga ingin seperti mereka, menggunakan perahu memecah lautan meninggalkan jejak-jejak buih kesementaraan. Ah, tapi sayang... Aku tak punya perahu. Negeriku belum menyediakan perahu, untukku yang menjadi satu-satunya penghuni asli di sini.
Suasana Haul di Sukorejo, Fb. K. Azaim
Benar atau tidak, bagiku tidak ada perbedaan antara masa lalu, saat ini, dan masa depan jika semua masa dilalui hanya di satu tempat. Kau tak akan mengalami beragam perasaan dan sensasi saat kau singgah di satu pulau ke pulau lain sampai kau meraih satu fase untuk menopang kematangan pribadimu, pun kau tak akan punya cerita menarik untuk kau ceritakan pada anak-anakmu selain cerita tentang kebosanan. Aku tengah membaca situasi itu saat ini, yang benar-benar kualami. Syahdan, betapa perihnya hati setiap melihat suka cita orang-orang nomaden yang datang silih berganti mengunjungi negeri ini dengan beragam maksud, sementara aku sebagai anak pulau hanya diam, melukis khayalan di langit yang tak terbentang, tanpa tahu kelak ia dapat diwujudkan atau tidak.
Bosan, koleksi pribadi
Maka biarkan aku menceritakan, lebih lanjut, lebih mendalam, bahwa kebosanan telah memenjaraku ke atas sebuah menara tertinggi. Semakin detik itu bergerak, semakin tinggi menara ini. Semakin tinggi hingga nyaris membuatku putus komunikasi dari sesuatu selain diriku. Bayangkan segera... Bagaimana jika kita bertukar cerita, aku di tempatmu dan kau di tempatku? Bayangkan dan dengarkan aku bercerita banyak hal padamu...

Aku ingin pergi dari sini, sejauh-jauhnya, untuk kembali membawa beragam impian yang tak hanya khayalan lagi...
Raja Ampat, google