06.32 -
Refleksi
No comments
![](http://2.bp.blogspot.com/-JT3fWNy_jgM/TpEPF0wj1vI/AAAAAAAAEP8/vq7ZtgglKGw/s1600/ico_file.png)
![](http://2.bp.blogspot.com/-8N6vJXITgi4/TpEPD0ikCcI/AAAAAAAAEPs/YTFszF--q68/s1600/ico_comment.png)
Pembiasaan
Untuk tenang dalam satu situasi, hal pertama yang paling dibutuhkan adalah sikap pembiasaan. Satu hal yang terus diulang dengan interval pendek dan pengulangan yang tetap di satu situasi, akan menimbulkan represi terus menerus terhadap gejolak dalam diri. Namun pembiasaan akan satu hal lain akan membuat gejolak tersebut melemah dan kebiasaan baru yang dikehendaki akan lebih mudah dilakukan.
Contohnya saja, seseorang yang nyaris setiap hari meninggalkan solat Subuh lantaran begadang sepanjang malam dan menyebabkannya terlambat bangun pagi. Ia perlu pembiasaan ekstra dan kemauan kuat untuk mengkompromikan dirinya dengan konsekuensinya sebagai hamba Tuhan, yakni melaksanakan kewajiban Solat. Ia juga harus memejamkan mata dengan rapat dan erat, membunuh dengan tega kehendak diri yang bergejolak melawan pembiasaan yang tengah dilakukan. Di pagi-pagi selanjutnya, secara perlahan, ia harus berupaya untuk memulai kebiasaan barunya dengan 'perlakuan' yang santai namun terus menerus, sehingga gejolak yang semula sangat kuat melawan, pada akhirnya akan lemah. Dan ia pun akan terbiasa bangun pagi dengan melaksanakan kewajiban solat Subuh.
Contoh lagi, seseorang yang tidak terbiasa dengan aktifitas mencuci pakaiannya sendiri dan membebani sepenuhnya kepada pembantu, ia akan stres dengan cucian kotor yang menumpuk saat pembantu pulang kampung atau sedang sakit. Ini tidak akan terjadi jika ia mencuci semampunya dan sebagian lain dibantu oleh si pembantu.
Contoh lain, banyak ibu-ibu yang bingung dan kewalahan dengan anak-anaknya yang tidak suka mengkonsumsi sayur dan hobi makan makanan instant atau snack. Ada kegalauan tersendiri bagi ibu-ibu ini, mengingat kebiasaan buruk menghindari konsumsi sayur dan menyukai makanan instant dibayangi dengan seabrek penyakit mematikan yang telah menunggu di usia sekian kelak. Kalau sang ibu membiasakan anak sejak bayi memakan masakan alami yang ibu olah, tanpa vetsin, tanpa bumbu instant, dan membiasakan anak untuk tidak ngemil jajanan snack berpengawet, maka hal mengkhawatirkan di atas tidak akan terjadi. Sebab logikanya, lidah anak sejak bayi akan menyukai apa saja yang ibunya berikan. Dan setelah itu kita tahu apa konsekuensinya, kebiasaan akan terjadi dan untuk melakukan pembiasaan lain akan sulit dilakukan.
Anak muda yang terbiasa dengan kehidupan mewah, konsumtif, foya-foya, bersenang-senang, dan bermanja-manja, yang lupa bahwa masa tua akan segera tiba dengan setumpuk kewajiban yang harus dipenuhi, mereka akan kaget begitu masa tua datang dengan beragam situasi yang sulit dikendalikan. Saat krisis finansial, misalnya, mereka akan sulit mengendalikan diri dan menumpahkan kegalauannya dengan mengutuk takdir. Mereka lupa bahwa masa muda yang mereka lalui adalah masa kesenangan yang berlebihan.
Banyak hal yang harus kita ubah. Untuk mengubahnya, bukan serta merta 'menghancurkan' bangunan yang sudah ada dengan alat berat. Melainkan menambalnya dengan bahan-bahan konstruksi yang baru sedikit demi sedikit sampai bangunan yang semula tidak kokoh dan buruk rupa penuh lumut, akan kokoh dan indah.
Banyak hal yang harus kita ubah. Mengubahnya dengan interval pendek dan dalam jangka waktu yang tak boleh berakhir. Mengubah keadaan dan membunuh dengan tega perasaan gentar yang penuh gejolak. Anggap saja ikan di atas adalah kebiasaan buruk kita. Ya, demi memakan makanan yang alami dan bergizi, kita memang harus tega membunuh ikan lucu itu dengan sayatan yang tak kecil! Daripada memakan makanan simsalabim tapi penyakitnya simsalabim juga?
Bismillaah... Bi Idznillaah... Namsyi 'ala Barakatillaah... :)
Bismillaah... Bi Idznillaah... Namsyi 'ala Barakatillaah... :)