Senin, 30 Juni 2014

Sebentar Saja




Setiap manusia berjalan atas nama impiannya. Kendati hidup terkadang sampai pada titik yang membosankan, impian lalu muncul kembali sebagai pengingat bahwa hidup tak boleh jenuh.
Ah... Aku belum bisa melanjutkan catatan ini... Random!


Rabu, 26 Maret 2014

Belajar Kesetiaan dari Sayyidah Rahmah, Istri Nabi Ayub


Nabi Ayyub adalah seorang yang cerdas dan bijaksana. Di dalam tubuhnya mengalir dua tedak kenabian, yakni dari Nabi Ishaq dan Nabi Luth. Sejak ayahnya wafat, Nabi Ayyub menjadi seorang yang sangat kaya raya. Ia mewarisi sejumlah besar hewan ternak yaitu unta, lembu, domba, kuda, keledai, dan himar sehingga tidak ada yang menandingi kekayaannya di negeri Syam.
Nabi Ayyub menikah dengan tiga orang perempuan, salah satunya bernama Sayyidah Rahmah, yang silsilahnya masih bersambung kepada Nabi Yusuf. Dari Sayyidah Rahmah lah Nabi Ayyub memiliki keturunan 24 orang anak, dengan 12 kali mengandung. Dalam kehidupannya, Nabi Yusuf sangat disayang oleh kaumnya. Itu karena beliau sangat dermawan, beliau selalu menyantuni fakir miskin, yatim piatu, dan para janda.
Keshalehan Nabi Ayyub menyebabkan perasaan iri bagi para makhluk sebangsa jin dan iblis. Mereka berkata, “Ayyub benar-benar sukses usahanya, baik dunia maupun akhiratnya. Untuk itu ia harus dirusak salah satu dari keduanya.” Iblis pun menghadap kepada Allah dan berkata,
“Ya Allah, Ayyub sangat rajin beribadah kepada-Mu lantaran ia Engkau lapangkan rizki dan kehidupannya.”
Allah menjawab, “Tidak. Dia orang shaleh. Sekalipun Aku tidak melapangkan rizki dan hidupnya, dia akan tetap beribadah kepada-Ku.”
“Ya Allah, aku ingin menggodanya. Sejauh mana dia tidak lupa beribadah kepada Engkau. Untuk itu beri aku kemampuan untuk menguasainya.” Allah pun memenuhi tuntutan iblis terkutuk itu. Melalui godaan iblis itu Allah menguji iman dan taqwa Nabi Ayyub. Kekayaan Nabi Ayyub yang melimpah seketika di hancurkan oleh mereka. Putra-putri beliau pun mereka racuni sehingga semuanya wafat. Tetapi sayang, para iblis gagal. Nabi Ayyub tetap ikhlas dan tetap istiqamah beribadah kepada Allah. Musibah-musibah besar yang menimpanya sama sekali tidak menggeser dan menggoyahkan keimanannya kepada Allah.
Suatu ketika, iblis datang kembali menggoda Nabi Ayyub yang sedang melaksanakan solat. Ketika tengah bersujud, iblis meniup hidung dan mulut Nabi Ayyub sehingga tubuhnya menggembung dan berpeluh. Kemudian Nabi Ayyub diserang penyakit cacar. Dari seluruh tubuhnya mengeluarkan bau busuk akibat darah dan nanah yang mengalir di permukaan kulitnya dan ulat-ulat pun berjatuhan. Keadaan tersebut membuat sanak familinya jijik kepada Nabi Ayyub sehingga mereka meninggalkannya. Termasuk dua istrinya yang lain, mereka meminta cerai dari Nabi Ayyub.
Semakin lama penyakit di tubuh Nabi Ayyub bertambah parah. Masyarakat setempat yang semula setia menjadi kaum Nabi Ayyub kini berubah menjadi musuhnya. Mereka mengusir Nabi Ayyub agar meninggalkan kampungnya supaya penyakitnya tidak menular. Bersama Sayyidah Rahmah Nabi Ayyub pergi meninggalkan kampung itu untuk hidup terasing agar masyarakat tidak merasa jijik kepadanya. Akhirnya Nabi Ayyub dan Sayyidah Rahmah tinggal di sebuah gubuk tua yang jauh dari pemukiman warga. Nabi Ayyub melihat Sayyidah Rahmah sangat setia kepadanya. Ia begitu rela menemani Nabi Ayyub saat yang lain meninggalkannya, bahkan dalam kondisi terburuk sekalipun.
Suatu ketika Nabi Ayyub berkata pada Sayyidah Rahmah, “Hai Rahmah, pulanglah. Aku rela jika kau menjauh dariku.”
Sayyidah Rahmah menjawab, “Tidak, suamiku. Kau jangan khawatir. Aku tidak akan meninggalkanmu seorang diri. Aku akan berada di sisimu selama hayat dikandung badan.”
Dan untuk menghidupi Nabi Ayyub, Sayyidah Rahmah bekerja di sebuah perusahaan roti. Namun lama kelamaan, masyarakat di daerah itu mengetahui bahwa Sayyidah Rahmah adalah istri Nabi Ayyub. Pemilik perusahaan roti itupun memberhentikan Sayyidah Rahmah dari pekerjaannya, ia berkata,
“Menjuhlah dari kami, sebab kini aku merasa jijik padamu.”
Sayyidah Rahmah menangis, mengadu pada Allah, “Ya Allah, Engkau melihat keadaanku kini. Seolah-olah dunia berubah menjadi sempit bagiku kini. Mereka selalu menghinaku, namun jangan Kau hina aku di akhirat nanti. Mereka selalu mengusirku namun jangan Kau usir aku di akhirat nanti.”
Sayyidah Rahmah akhirnya memutuskan untuk menjual gelungan rambutnya yang berjumlah 12 buah, sangat dan indah dan banyak orang yang menyukainya. Ia pun menjualnya kepada si pemilik perusahaan roti untuk ditukar dengan roti demi agar Nabi Ayyub tidak kelaparan. Melihat roti segar  itu, Nabi Ayyub menyangka Sayyidah Rahmah telah menjual diri. Tetapi Sayyidah Rahmah menampik, dan berkata bahwa rambutnya akan tumbuh kembali bahkan dengan yang lebih indah.
Setiap ada ulat yang jatuh dari tubuhnya, Nabi Ayyub memungutnya kembali dan mletakkannya kembali ke luka-luka di tubuhnya dan berkata, “Hai Ulat-ulat… Makanlah apa-apa yang Allah rizkikan kepadamu.” Penyakit itu semakin parah. Seluruh dagingnya dimakan habis oleh ulat-ulat yang bersarang di butuh Nabi Ayyub sehingga hanya bersisa tulang, urat, dan sarafnya. Menurut suatu riwayat, penyakit ini diderita Nabi Ayyub selama 18 tahun.
Pada Suatu hari Sayyidah Rahmah berkata kepada Nabi Ayyub, “Suamiku, engkau kan seorang Nabi di sisi Tuhanmu. Kalau saja kau mau berdoa untuk kesembuhan tubuhmu, pasti…”
Nabi Ayyub langsung menjawab, “Sudah berapa tahun masa senang kita?”
Sayyidah Rahmah menjawab, “80 tahun…”
“Sungguh malu rasanya jika aku berdoa kepada Allah meminta penderitaan ini segera berkhir, mengingat masa ditimpa musibah belum seberapa dibandingkan dengan masa kita bersenang-senang.” Kata Nabi Ayyub. Penyakit itu semakin bertambah parah saja sampai-sampai ketika mentari terbit menyinari tembuslah sinarnya dari depan sampai punggungnya. Yang tersisa hanyalah hati dan lisannya, sebab hatinya selalu beriman kepada Allah dan lisannya selalu berdzikir kepada Allah. Dan ketika tiada lagi daging pada tubuhnya yang layak untuk disantap, maka ulat-ulatpun saling menyantap sesamanya hingga tersisa dua ekor ulat saja. Yang satu menyantap lisan Nabi Ayyub dan yang lain hendak menyantap hati nabi Ayyub. Saat itulah Nabi Ayyub berdoa kepada Allah,
“Sesungguhnya aku telah ditimpa kemelaratan, sedangkan Engkau lebih pengasih dari segala pengasih…” (QS. Al-Anbiya’: 83)
Kemudian wahyu Allah turun kepadanya, “Hai Ayyub, hati dan ulat adalah milikKsssu, sedangkan derita dan sakitmu adalah dariKu, kenapa harus bersedih?”
Allah pun memberi Nabi Ayyub obat yang dikirim melalui Malaikat Jibril berupa air yang lalu disiramkannya ke tubuh Nabi Ayyub. Allah berfirman,
“Lalu Kami perkenankan doanya, dan Kami lenyapkan penyakit berbahaya pada dirinya, dan Kami datangkan kepadanya seluruh keluarganya semisal mereka, sebagai rahmat dari sisi Kami dan sebagai peringatan bagi orang-orang yang beribadah.” (QS. Al-Anbiya’: 84)
Segera setelah itu penyakit Nabi Ayyub sembuh dan tubunya kembali bersih seolah tidak pernah terkena penyakit. Selesailah ujian dari Allah bagi Nabi Ayyub. Setelah itu, Allah semakin mendekatkan Nabi Ayyub di sisi-Nya, menjadi hamba Allah yang senantiasa dicintai Allah.
***
Sahabatku yang beriman… Dari Kisah Nabi Ayyub banyak hikmah yang dapat kita petik bersama. Salah satunya agar kita tetap bersabar dan beriman kepada Allah dalam keadaan senang maupun keadaan susah. Dalam keadaan sehat atau keadaan sakit. Sebab kesenangan adalah juga bentuk ujian dari Allah, sejauh mana kita mampu bersyukur sebagaimana kesusahan, sejauh mana kita mampu bersabar atasnya.
Selain itu, kita juga belajar tentang kesetiaan Sayyidah Rahmah kepada kondisi terburuk Nabi Ayyub dalam kehidupan rumah tangga kita. Seberapapun buruknya kesehatan suami atau istri, kita harus tetap setia bersamanya. Mendampinginya dengan tulus, untuk tetap bersama-sama beribadah di hadapn-Nya.
Semoga bermanfaat.

*tulisan ini pernah dimuat dalam situs cyberdakwah.com pada tanggal 19 November 2013

Minggu, 10 November 2013

Sabtu, 02 November 2013

13.04 - 1 comment

Aku Cinta Batik

Beberapa tahun belakangan ini katertarikan saya kepada batik semakin menjadi-jadi saja, kendati saya tidak memiliki banyak koleksi batik, tapi setidaknya adalah beberapa helai baju batik (motif kontemporer) yang saya miliki. Alasan ketertarikan saya kepada batik antara lain karena saya terpukau dengan nilai-nilai estetika pada motifnya: rumit, detail, indah dan sangat filosofis.
Sejak saya menyukainya, saya lalu mengamati—atau mungkin tepatnya mengira-ngira—motif dari beberapa batik yang saya miliki. Motif-motif yang ada pada Batik sepertinya banyak dipengaruhi oleh watak, karakter, dan sosial budaya pembatiknya atau bahkan kondisi geografis dimana pembatik itu tinggal sehingga nilai filosofis yang terkandung pada Batik tersebut sangat tampak dan membuat pemakainya tampil berkarakter.

Kita lihat motif dari batik Pamekasan ini:
Bherras Dumpa
Saat saya membelinya, si penjual mengatakan bahwa motif batik ini bernama Bherras Dumpa (Beras Tumpah), saya melihat karakter orang Madura yang sangat kental pada motif ini, mereka orang Madura rata-rata yang berprofesi sebagai pengrajin batik adalah perempuan yang menjadikan membatik sebagai kegiatan sampingan untuk menambah penghasilan, mengisi waktu senggang, dan merawat bakat melukisnya. Saya membayangkan ketika si pembatik melukis di atas kain ini  sepertinya baru saja ditimpa musibah, yaitu, beras yang baru dibeli atau dipanen suaminya tanpa sengaja tumpah dan si istri lalu mengekspresikan kesedihan dan penyesalannya dengan melukis beras tumpah itu di atas kain.
Hmmm... Ini bisa saja benar dan bisa saja salah, sebab sejauh saya memahami—sebagai orang Madura—karakter asli orang Madura salah satunya adalah sangat menghargai jerih payah orang lain dalam hal apapun, apalagi jerih payah orang-orang yang dicintainya. Mungkin mereka tidak membalasnya dengan materi, tapi mereka membalas dalam bentuk perhatian dan kepedulian yang sangat baik. Aduh... Manisnya J :D

Nah, yang ini Batik Pakandangan 3 Dimensi:

Batik Pakandangan 3 Dimensi
Sungguh kombinasi warnanya sangat berani sehingga menghasilkan gradasi warna yang indah. Penjahit lalu menyulapnya untuk saya sehingga jadi begini:
Bersama Bibi Nampang di Masji Muhammad Ceng Hoo Surabaya


Cantik, bukan? :)
Kalau yang ini Batik khas Situbondo:
Batik Khas Situbondo
Batik Situbondo memiliki ciri khas motifnya binatang-binatang laut. Seperti Ikan, Bintang Laut, Kerang, dan Tumbuhan Laut. Rupanya motif ini dipengaruhi oleh sektor pariwisata yang ada di Kabupaten Situbondo dan juga memang sebagian masyarakat pesisir sangat menggantungkan kehidupannya kepada laut dengan menjadi nelayan. Ya, di sepanjang garis pantai Kabupaten Situbondo terdapat beberapa titik pariwisata pantai yang sangat indah. Antara lain; Pantai Pasir Putih, Pantai Bama Baluran, Pantai Patthek, dan Pantai Banongan yang semuanya menawarkan decak kagum atas panoramanya yang sungguh indah dan menawan. 
Oh ya, saat ini saya juga mulai tertarik untuk belajar membatik. Saya belajar membatik di rumah saudara saya bernama Aisyiyah. Ia yang seorang aktifis mengadakan pelatihan membatik untuk ibu-ibu yang berlatar belakang perekonomiannya “relatif rendah” dan memberdayakannya yang didanai oleh pemerintah Kabupaten Situbondo. Ah... Tapi sungguh miris. Mbak Ai—nama panggilan Aisyiyah—yang semula mengajak 17 peserta aktif pelatihan membatik dari kalangan tetangga kini pesertanya sangat menurun menjadi 3 orang, dan salah satunya saya.
Dua peserta lain yang rajin berlatih membatik di rumah Mbak Ai kini telah bisa membatik dengan baik. Ini salah satu proses membatik mereka:
Bagus... Banget...!
Tapi yang sangat disayangkan... Saya belum bisa berlatih secara intensif karena banyak kendala yang cukup berat. Selain jarak tempuh rumah saya ke rumah Mbak Ai cukup jauh dan saya tidak punya sopir pribadi plus saya tidak bisa mengendarai sepeda, saya juga masih disibukkan dengan aktifitas rutin yaitu kuliah dan tugas yang sangat menumpuk. Sehingga proses belajar saya masih pada tahap mencanting malan dan ekstra hati-hati agar pola yang dilukis di kain menjadi rapi. Sulitnya bukan main! Hufff... Sangat menyedihkan...
Ini Proses Latihanku :(

Hihii... Kompor yang Sungguh Imut...

Tapi saya akan terus berusaha mengatasi keadaan ini. Saya akan terus berusaha, berlatih membatik dengan serius, sebagai salah satu upaya saya menjadi warga negara yang baik dengan mencintai dan melestarikan budaya Indonesia. Semangat!!!